Banyuwangi, 18 Juli 2025 // Radarrepublik.com – Sudah lebih dari dua bulan berlalu sejak atap ruang guru SDN 1 Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi ambruk pada Rabu, 15 Mei 2025, namun hingga kini tidak ada tindakan nyata dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi maupun Dinas Pendidikan. Survei lapangan telah dilakukan, janji perbaikan pun dilontarkan, namun semuanya hanya berhenti di tataran wacana. Ruang guru yang semestinya menjadi tempat kerja pendidik justru dibiarkan terbengkalai dan menjadi saksi bisu kelalaian negara dalam menjaga fasilitas pendidikan dasar.
Ironisnya, kejadian ambruknya atap ini tidak terjadi karena bencana besar. Hanya hujan ringan yang turun kala itu, namun kondisi bangunan yang lapuk memperlihatkan betapa minimnya perawatan dan perhatian dari pemerintah terhadap infrastruktur pendidikan.
Menurut informasi yang dihimpun tim InvestigasiMabes.com, ruangan tersebut sebenarnya telah dikosongkan sejak Desember 2024, karena pihak sekolah sudah menyadari tanda-tanda kerusakan parah. Namun peringatan itu seolah tak dianggap penting oleh para pemangku kebijakan.
Hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun bahan bahan atau tukang yang datang bekerja. Yang datang hanyalah janji-janji dari dinas terkait, yang menyatakan akan segera memperbaiki namun tak pernah terbukti.
“Kami capek dijanjikan terus. Kami bukan minta dibangunkan gedung mewah, hanya minta ruang guru yang layak agar guru-guru bisa bekerja dengan aman dan nyaman,” ujar salah satu orang tua murid dengan nada kecewa.
Kekecewaan publik semakin memuncak ketika menyaksikan pemerintah daerah justru sibuk menggelar berbagai event besar dengan anggaran fantastis, sementara sebuah ruang guru SD negeri di wilayah pedesaan Banyuwangi dibiarkan ambruk dan terbengkalai.
“Tidak malukah Pemkab Banyuwangi? Event wisata jalan terus, festival digelar mewah, tapi memperbaiki ruang guru SD saja tidak mampu,” kata tokoh masyarakat Kampunganyar.
Lebih menyakitkan lagi, Kabupaten Banyuwangi memiliki kekayaan alam luar biasa, termasuk keberadaan tambang emas terbesar kedua di Indonesia. Sayangnya, kekayaan itu tak tercermin dalam perhatian terhadap pendidikan dasar.
Tak hanya eksekutif, lembaga legislatif seperti DPRD Banyuwangi juga disorot tajam. Fungsi kontrol dan pengawasan nyaris tak terdengar suaranya. Wakil rakyat seolah abai terhadap musibah ini, padahal pendidikan adalah sektor fundamental yang mereka sumpah untuk bela dan awasi.
“Kami tidak pernah dengar ada suara tegas dari DPRD soal kasus ini. Apa mereka hanya bicara lantang di ruang sidang tapi diam ketika rakyat menjerit?” sindir salah satu aktivis pendidikan di Banyuwangi.
Kondisi ini menjadi cerminan buruk tata kelola pendidikan dan sensitivitas pemerintah terhadap kebutuhan dasar rakyat. Jika ruang guru pun dibiarkan roboh tanpa kepastian, bagaimana mungkin kita percaya pemerintah serius membangun generasi masa depan?
Masyarakat Kampunganyar bersama wali murid dan para guru berharap Bupati Banyuwangi, Kepala Dinas Pendidikan, serta DPRD segera membuka mata dan bertindak, bukan hanya bicara.