BANYUWANGI // Radarrepublik.com — Ajang kolosal Festival Gandrung Sewu 2025 kembali siap menghipnotis ribuan pasang mata di pesisir Pantai Boom Marina Banyuwangi pada 25 Oktober 2025 mendatang. Event yang telah menjadi ikon budaya Banyuwangi ini tak hanya menampilkan keindahan seni tari, namun juga membawa denyut ekonomi bagi masyarakat di berbagai sektor.
Festival yang masuk dalam Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini, bakal menampilkan lebih dari seribu penari Gandrung yang bergerak serempak di tepi pantai. Pementasan megah itu tak sekadar menjadi tontonan budaya, tetapi juga wujud nyata pelestarian warisan seni yang telah mendarah daging dalam masyarakat Osing Banyuwangi.
“Gandrung Sewu bukan sekadar pertunjukan, melainkan representasi semangat, harmoni, dan kebanggaan masyarakat Banyuwangi terhadap identitas budayanya,” ujar salah satu penggiat seni lokal, Rabu (15/10/2025).
Gelaran tahunan ini selalu membawa efek domino bagi ekonomi lokal. Mulai dari UMKM kuliner, penginapan, transportasi, hingga industri kreatif, semuanya merasakan lonjakan permintaan menjelang acara. Tak terkecuali sektor jasa tata rias dan penyewaan kostum penari, yang menjadi salah satu pilar pendukung kesuksesan festival.
Salah satu pelaku usaha yang merasakan berkahnya adalah Ainur Eka Pradita, warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Selama tujuh tahun terakhir, ia konsisten menyediakan jasa rias dan kostum khas Gandrung bagi para penari yang tampil di ajang tersebut.
“Sejak awal tahun, pesanan sudah mulai masuk. Tahun lalu saya merias hampir 100 penari. Tahun ini, meski acaranya belum dimulai, sudah ada sekitar 50 penari yang memesan jasa saya,” ungkap Pradita.
Menurutnya, lonjakan pesanan setiap tahun menjadi bukti betapa besar antusiasme masyarakat terhadap festival budaya ini.
“Saya bangga bisa ikut berkontribusi melestarikan budaya daerah. Bagi kami, ini bukan sekadar pekerjaan, tapi bentuk cinta terhadap warisan leluhur,” ujarnya penuh semangat.
Lebih dari sekadar atraksi wisata, Gandrung Sewu telah menjelma menjadi motor penggerak ekonomi rakyat. Ribuan wisatawan lokal hingga mancanegara datang, mendorong perputaran uang di sektor informal Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi, dalam berbagai kesempatan, menegaskan bahwa festival budaya seperti Gandrung Sewu merupakan salah satu strategi penguatan ekonomi berbasis kearifan lokal. Pemerintah daerah terus mendukung keberlanjutan acara ini dengan melibatkan pelaku usaha, seniman, dan masyarakat desa wisata.
Ainur Eka Pradita pun memiliki harapan serupa. Ia bertekad terus memproduksi dan mengembangkan kostum Gandrung, agar bisa tetap mendukung event kebanggaan Banyuwangi itu.
“Saya ingin terus berkarya dan memproduksi kostum Gandrung. Selama festival ini ada, kami para pelaku usaha kecil akan terus hidup,” tuturnya menutup wawancara.
Festival Gandrung Sewu tak hanya menegaskan posisi Banyuwangi sebagai kota festival terkemuka di Indonesia, tetapi juga memperlihatkan bagaimana seni tradisi dapat menjadi penggerak ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Di balik gemerlap tari dan busana, tersimpan kisah perjuangan ribuan tangan kreatif yang bekerja untuk menjaga nyala api budaya agar tak padam, menjadikan Gandrung Sewu bukan sekadar tarian, melainkan denyut kehidupan Banyuwangi itu sendiri. (rag/bp-bwi)